Dilema Sunscreen & Vitamin D


by Glow Necessities
Dilema Sunscreen & Vitamin D
Photograph: Courtesy of Slim Aaron, 1980

Petualangan memilah-milah sunscreen dengan tekstur yang nyaman dan sesuai dengan selera itu pada dasarnya sudah merupakan tantangan tersendiri. Belum lagi mitos-mitos atau misinformasi yang terkadang beredar bahwa sunscreen itu 'berbahaya' membuat upaya perlindungan matahari semakin rumit, kini ditambah lagi dengan masalah defisiensi vitamin D yang katanya 'semata-mata' disebabkan oleh memakai sunscreen.

Tak perlu dipungkiri lagi bahwa Vitamin D adalah nutrisi yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh secara umum. Karena vitamin D adalah vitamin yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia, masalah yang timbul adalah jika vitamin D tidak mencukupi maka dapat berisiko terhadap berbagai gangguan kesehatan. Yang menjadi dilema adalah tubuh manusia hanya dapat mensintesis vitamin D jika kulit terpapar sinar UVB dari matahari. Yang penting diketahui adalah sinar matahari tidak hanya memancarkan UVB saja tetapi juga UVA yang buruk untuk kesehatan kulit. 

Yang kini cenderung menjadi kontroversi: apakah tidak ada alternatif yang lebih baik tanpa harus berjemur yang menukar masalah satu dengan masalah lain ini untuk memperoleh vitamin D? Apa saja manfaat & faktor risiko yang perlu dipertimbangkan?

EFEK NEGATIF PAPARAN SINAR MATAHARI & INFLAMASI

Terlepas dari studi yang pro atau kontra tentang hubungan defisiensi vitamin D dengan sunsceen, sudah jelas faktanya bahwa 90% gejala penuaan dini yang sering menjadi keluhan kita—flek hitam, keriput, gosong—disebabkan oleh radiasi UV dari matahari. Terlebih lagi jika memiliki kondisi peradangan pada kulit—misal acne vulgaris atau jerawat, eksim—karena sinar matahari adalah salah satu faktor pemicu peradangan, paparan berlebih terhadap sinar matahari dapat semakin memperparah atau menghambat proses pemulihan kondisi tersebut.

Baik dalam ruangan ataupun di luar ruangan, mendung atau tidak, radiasi UVA dari sinar matahari akan ada terus selama masih ada ‘terang’. Perdoski juga menyatakan terutama karena Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan indeks UV yang bervariasi tinggi, diperlukan kewaspadaan untuk mencegah kulit terpapar matahari berlebihan.

Pedoman Perlindungan dari Matahari Berdasarkan UV Index. Sumber: WHO

PAKAI SUNSCREEN = OTOMATIS DEFISIEN VITAMIN D?

Walaupun memang kurangnya paparan sinar matahari merupakan salah satu dari berbagai faktor yang mengurangi sintesis vitamin D pada tubuh, tidak ada hasil studi yang konklusif menjelaskan hubungan kausalitas memakai sunscreen terhadap defisiensi vitamin D; bahkan pada beberapa studi ini menemukan bahwa memakai sunscreen antara memiliki risiko rendah untuk menimbulkan defisien Vitamin D atau memiliki pengaruh yang tidak signifikan.

Yang menjadi pertimbangan dalam situasi penggunaan sehari-hari pada umumnya adalah: kebanyakan dari kita pada prakteknya tidak se-telaten itu memakai sunscreen dengan memadai dan/atau pada SPF yang memadai, re-apply, masih ada area kulit yang tidak terlindungi sunscreen atau ketika sunscreennya terseka saat kita melakukan aktivitas sehari-hari. Kalaupun menggunakan sunscreen ber-SPF tinggi dengan memadai, UV filter dalam sunscreen juga tidak 100% memblokir radiasi UV, yang artinya masih ada sebagian kecil sinar matahari yang tembus terpancar ke kulit.

Selain itu terdapat hasil studi menemukan subyek yang sudah terpapar sinar matahari secara memadai sehari-hari pun juga masih kekurangan vitamin D dan semakin gelap warna kulit (atau semakin gosong dari paparan matahari), melanin di kulit ini menghambat penyerapan UVB sehingga sintesis vitamin D dari berjemur juga kemungkinan semakin tidak efektif dalam jangka lama.

MENUKAR SATU MASALAH DENGAN MASALAH LAIN

Sederhananya: analoginya tidak memakai sunscreen karena takut kekurangan vitamin D itu layaknya kita tidak pakai masker saat di ruang publik selama pandemi hanya karena takut nanti muncul 'maskne' (jerawat masker) di wajah: yaitu masih ada pilihan yang lebih baik untuk menjaga kesehatan satu jaringan tubuh tanpa harus mengorbankan kesehatan jaringan tubuh lainnya. Adapun pilihan untuk melengkapi kebutuhan vitamin D dapat melalui sumber makanan bergizi seperti keju, susu, telur, ikan salmon, sayuran hijau tua, atau juga suplemen.

Walaupun dengan adanya pihak yang pro dan kontra di atas terkait perlindungan matahari dengan Vitamin D, beberapa poin yang tidak ada pihak yang tidak setuju adalah:

  • Paparan sinar UV dari matahari pada kulit yang tidak terlindungi menyebabkan penuaan dini dan meningkatkan risiko kanker kulit
  • Memakai sunscreen ber-SPF broad spectrum mencegah penuaan dini dan kerusakan kulit dari UVA
  • Semakin tinggi kadar melanin di kulit (atau semakin gosong) maka kulit semakin memblokir penyerapan UVB

dengan demikian jika merasa gejala kekurangan Vitamin D: sangat disarankan untuk selalu melakukan tes kadar vitamin D dalam darah dan konsultasikan dengan tenaga medis untuk diagnosis dan pengarahan yang tepat untuk pedoman durasi paparan matahari serta penanganan dari segi makanan, gaya hidup, dan/atau suplementasi.

REFERENCES:

  • Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, May 2020, Pengaruh Sinar Ultra Violet Terhadap Kesehatan Kajian Terhadap Berjemur (Sun Exposures)
  • BMC Pregnancy Childbirth, October 2018, Vol. 18, Pages 426
  • CDC.gov, Vitamin D
  • WHO.int, October 2017, Radiation: the ultraviolet index
  • British Journal of Dermatology, Nov 2019, Vol.181 (Issue 5), Pages 907-931
  • British Journal of Dermatology. October 2009, Vol. 161 (Issue 4), Pages 732-736
  • Cochrane Database of Systematic Reviews, December 2020, Effects of oral vitamin D supplementation on linear growth and other health outcomes among children under five years of age
  • Endocrinology, Jan 2016, Vol 156 Issue 1, Pages 1–4