Sudah bukan rahasia bahwa konsumsi alkohol dapat memberi dampak negatif seperti memicu inflamasi atau gangguan kesehatan pada organ—atau bahkan toxic (yang mana bukan fear-mongering)—terutama jika dalam kadar berlebih, namun bagaimana dengan penggunaan alkohol dalam skincare?
Kami menyadari banyaknya pro dan kontra tentang penggunaan alkohol dalam formulasi produk skincare, baik asumsi yang menganggap bahwa 'tidak sejelek itu’ maupun yang menganggap aman hanya karena sumbernya ‘alami’.
Di pembahasan kali ini akan dibahas dari segi konteks dan konsentrasi penggunaan alkohol dalam produk skincare. Adapun yang kami maksud dengan alkohol 'bermasalah pada konsentrasi tinggi' di produk skincare ini adalah alkohol volatile seperti: sd alcohol, ethyl alcohol, alcohol denat, ethanol, isopropyl alcohol, atau yang cuma ditulis sebagai alcohol.
SIFAT VOLATILE
Volatile alkohol digunakan dalam formulasi produk skincare bertujuan dari segi estetiknya: untuk formula yang lebih "ringan", tidak lengket, lebih mudah melarutkan bahan-bahan yang rumit untuk dilarutkan di solvent lain, atau untuk membantu penyerapan bahan aktif tertentu saat digunakan di kulit.
Nah yang jadi masalah adalah: jika volatile alkohol digunakan dalam konsentrasi tinggi sebagai pelarut utama (solvent) karena di saat yang sama alkohol ini juga mengikis skin barrier (dinding pertahanan kulit yang terdiri dari sebum dan komponen lipid lain) sehingga membuat kulit mudah dehidrasi dan gersang, dimana bertolak belakang dengan tujuan produk perawatan kulit yang sebaiknya mengembalikan komponen penting di kulit yang terkikis akibat usia dan paparan lingkungan; sederhananya: mempercepat penuaan dini dan melemahkan kulit.
Tak cuma itu, dehidrasi yang terjadi juga dapat memicu respon pada kelenjar minyak di kulit untuk memproduksi lebih banyak sebum karena dehidrasi ini sehingga dapat memperparah breakout dan inflamasi.
Adapun puluhan tahun sejak volatile alkohol pertama kali digunakan sebagai bahan pelarut utama di produk skincare, teknologi dan perekembangan di formulasi skincare telah jauh berkembang dan kini sudah banyak pilihan alternatif yang tersedia seperti: propanediol, propylene glycol, pentylene glycol, butylene glycol, dsb. sebagai bahan pelarut dan penetration enhancer dengan risiko menganggu skin barrier yang lebih kecil dibanding penggunaan volatile alkohol dalam konteks estetika formulasi skincare.
Source: Mercury Press & Media
Analoginya volatile alkohol dibanding bahan-bahan lain sebagai solvent/penetration enhancer yang lebih lembut ini:
- Anggap volatile alkohol dalam konsentrasi tinggi layaknya kurir yang mengirimkan paket yang asal menerobos masuk pintu pagar untuk mengirim paket di depan rumah kemudian, kemudian barang dilempar sebelum kita sempat menerima paketnya.
- Sedangkan solvent/penetration enhancer alternatif yang lebih lembut dan lebih tidak 'bermasalah' ini: layaknya kurir yang bilang permisi terlebih dahulu dan ketok di depan pagar sebelum menyerahkan paket ke kita.
ALKOHOL DALAM HAND-SANITIZER
Dalam konteks untuk keperluan higienitas dan menjaga kesehatan, maka jelas manfaat alkohol untuk keselamatan kerja dan pencegahan penyakit menular jauh lebih besar dibanding risikonya yang memicu dehidrasi di kulit tangan, sehingga alkohol sebagai disinfectant (sesuai pedoman WHO untuk formula hand sanitizer) sangat direkomendasikan dalam kondisi akses cuci tangan dengan sabun & air bersih terbatas.
Adapun studi yang menunjukkan bahwa dehidrasi di kulit tangan yang ditimbulkan alkohol ini tidak berbeda signifikan dengan dehidrasi dari surfactant anionic yang juga sama-sama mengikis skin barrier (sabun batang dan SLS). Kesimpulan tersebut masuk akal jika memang bertujuan untuk menggalakan keselamatan kerja atau mencegah penyebaran pathogen yang mengganggu kesehatan tubuh. Akan tetapi, dalam konteks perawatan kulit wajah jangka panjang, studi tersebut tidak relevan karena fisiologi kulit wajah yang berbeda dari kulit tangan dan cenderung lebih sensitif (ditambah dengan kelenjar minyak yang lebih reaktif di kulit wajah untuk memicu breakout akibat inflamasi).
Sederhananya: kulit di tangan tidak mudah atau hampir tidak pernah mengalami jerawat atau pori-pori tersumbat akibat produksi minyak berlebih layaknya kulit wajah.
Dalam hal perawatan kulit wajah, kami di GN dan team R&D berkomitmen untuk sebisa mungkin mencari alternatif pengganti drying alcohol dengan performa terbaik untuk senantiasa menjaga kesehatan, dan integritas skin barrier, terutama dalam formulasi hydrating toner yang tidak hanya menyuplai kelembaban, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai soothing ingredients dan antioxidant demi mendukung kinerja kulit dalam kondisi melawan penuaan dini terbaiknya.
KONSENTRASI ADALAH KUNCI
Jika selama ini mengalami masalah kulit yang kronis: seperti kulit dehidrasi, terasa gersang, flaking atau kondisi bawaan seperti eksim atau atopic dermatitis semakin parah, mengeliminasi produk yang bahan pelarut (solvent) utamanya volatile alcohol (biasanya pada urutan awal-awal di daftar komposisi seperti pada toner atau micellar water)—apalagi jika dikombinasi dengan bahan irritant lain—adalah langkah awal untuk skin barrier yang lebih seimbang.
Namun jika volatile alcohol ini berada di urutan terbawah atau hanya dalam konsentrasi teramat rendah (atau bagian dari sistem pengawet produknya), maka potensi menimbulkan risiko dehidrasi pada skin barrier cenderung kecil dan bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
REFERENCES:
- British Journal of Dermatology, July 2007, Vol.157, Pages 74-81
- Clinics in Dermatology, March 2020, COVID-19 pandemic and the skin: what should dermatologists know?
- Infection Control & Hospital Epidemiology, July 2000, Vol.21 Issue 7, Pages 442-448
- Journal of The Royal Society of Medicine Short Reports, Aug 2011, Page 68
- Hydration disrupts human stratum corneum ultrastructure, The Journal of Investigative Dermatology, 2003, Vol 120, page 275-284
- Ceilley R, Skinmed. 2011 Jan-Feb;9(1):15-21
- WHO-Recommended Hand Sanitizer (Internet, Retrieved Aug 2020)