Pertama perlu diingat bahwa kulit adalah organ tubuh yang terluas—terlepas pada laki-laki maupun perempuan—yang berarti pantas untuk selalu dirawat dan dijaga kesehatannya sebaik mungkin. Terlepas dari apa yang dicerminkan oleh media bahwa kulit laki-laki yang dicitrakan seakan-akan lebih ‘tangguh’, ‘badak’ atau perlu produk khusus yang beratribut maskulin agar lebih efektif: bagaimana sesungguhnya data yang ada untuk merawatnya ke kondisinya yang paling sehat?
Walaupun laki-laki cenderung memiliki kulit yang lebih tebal dan lebih gampang berminyak (oily) dibandingkan perempuan, secara garis besar kulit laki-laki tetap dapat memperoleh manfaat yang sama dari bahan-bahan yang bermanfaat di skincare. (Anggap seperti asupan makanan dari sayuran, dan buah-buahan memberi gizi yang sama saat dikonsumsi tanpa melihat gender, walaupun kebutuhan porsi-nya bervariasi bagi tiap individu). Adapun laki-laki juga tidak mengalami siklus fluktuasi hormonal secara bulanan, sehingga salah satu keuntungannya adalah kemungkinan timbul breakout lebih jarang atau lebih mudah diamati dan diatasi jika timbul.
GENTLE, BUT MAKE IT MANLY—SO THEY SAY
Skincare routine laki-laki pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan basic skincare routine (cleanse, moisturize, sun protection) pada umumnya, yang biasanya membuat berbeda adalah saat mencukur rambut (shaving) di area wajah—jambang, brewok, jenggot atau kumis—atau cenderung memilih tahapan yang lebih sederhana dengan tekstur produk yang lebih ringan.
Ironisnya kebanyakan produk skincare atau shaving yang ditargetkan untuk konsumen laki-laki masih mengandung bahan yang membuat sensasi dingin (cooling agent dan/atau astringent)—seperti alcohol volatile, camphor, menthol, peppermint oil, witch hazel, dsb—yang walaupun saat dipakai berkesan ‘menenangkan’ atau ‘segar’ sesungguhnya justru merupakan reaksi inflamasi kulit atas counter-irritant.
Jadi dengan menggunakan bahan-bahan counter-irritant ini hanya menukar satu masalah dengan masalah lain. Analoginya sama seperti makan makanan dengan lauk pedas menggunakan nasi yang panas agar tidak terlalu terasa pedasnya—tapi tetap pedasnya itu terjadi.
Singkatnya: produk yang bebas iritan atau memiliki risiko rendah untuk menimbulkan iritasi terselubung dari bahan yang tidak diperlukan kulit juga memberi manfaat yang sama untuk tidak memperparah kondisi kulit, jerawat atau breakout—terutama jika diformulasikan dengan bahan aktif efektif dan bahan yang me-replenish kulit lainnya dalam jangka panjang.
TIPS FOR GENTLER SHAVE
Setelah menemukan produk basic skincare yang tepat, berikut tips untuk proses shaving yang lebih gentle agar kulit yang lebih nyaman dan mengurangi timbulnya razor bumps:
- Selalu sterilkan alat cukur sebelum digunakan.
- Lakukan cukur di kulit yang sudah bersih atau sesaat sebelum cleansing wajah di kulit yang basah agar rambut yang hendak dicukur tidak kaku.
- Jika menggunakan pisau cukur manual, pilih yang lebih dari dua mata pisau dan rutin mengganti pisau cukur jika sudah tumpul agar rambut tidak mudah tersangkut saat dicukur: mengurangi risiko inflamasi.
- Jika menggunakan pisau cukur manual, pakai shaving cream (atau produk yang tinggi kandungan emollient / komponen minyaknya) agar pisau lebih licin dan mudah digerakkan saat mencukur, mengurangi kulit tergesek berlebihan.
- Karena saat mencukur to some degree lapisan kulit teratas juga ikut terkikis atau tereksfoliasi, maka hindari untuk menggunakan produk exfoliant Alpha Hydroxy Acid (AHA) atau scrub abrasif sesaat setelah mencukur.
- Me-maintain kulit setelah shaving dengan exfoliant salicylic acid—yang tidak hanya bersifat keratolytic tapi juga menenangkan kulit—justru dapat membantu mengurangi peradangan dan timbulnya razor bumps atau ingrown hair dari pori-pori tersumbat.
REFERENCES:
- Counter-Irritant, FDA.gov (Internet, last retrieved December 2020)
- Dermatitis, November-December 2010, Vol.21 (Issue 6), Pages 327–329
- Clinical, Cosmetic, and Investigational Dermatology, August 2015, Pages 455–461
- Clinical, Cosmetic, and Investigational Dermatology, April 2019, Pages 241-247
- Archives of Dermatological Research, May 1996, Pages 245-248