Dapatkah Kulit Semakin ‘Kebal’ Terhadap Skincare?


by Glow Necessities
Dapatkah Kulit Semakin ‘Kebal’ Terhadap Skincare?

Asumsi tentang skincare yang semakin lama semakin tidak ‘ngefek’ ini merupakan salah satu pertanyaan yang paling sering kami jumpai. Dengan adanya berbagai informasi ini, wajar jika muncul pertanyaan dalam diri kita: "Berarti skincare harus diganti setiap beberapa bulan sekali?", atau jika kita memakai produk dengan bahan aktif: "Haruskah diganti dengan konsentrasi yang lebih kuat atau potent?".

Namun demikian, apakah asumsi tersebut sesuai dengan data fakta sebenarnya?

BAHAN AKTIF SKINCARE vs. BAHAN OBAT

Penting untuk diingat bahwa bahan-bahan aktif di skincare—seperti niacinamide, retinol, salicylic acid, vitamin C, antioxidants—to some extent memang bisa membantu merubah tampilan kulit & behavior kulit (contoh paling umum tentang bagaimana “antena” (receptor) di kulit yang menangkap sinyal dari retinol untuk bekerja atau memproduksi sel kulit yang lebih baik (regenerasi)).

Akan tetapi, kemampuan ini tidak sampai pada taraf bahan obat bekerja, terutama obat atau antibiotik yang harus dengan resep dokter & jika disalahgunakan dapat mengganggu keseimbangan microbiota atau resistensi di kulit—atau dalam organ tubuh lain—dalam jangka waktu yang tidak sesuai dengan petunjuk pemakaian.

Oleh karena itu, tidak memungkinkan dari segi fisiologis kulit untuk bahan skincare yang dapat ‘kebal’ jika digunakan dalam jangka panjang.

Analoginya bagaimana kulit merespon bahan skincare layaknya tubuh kita memperoleh nutrisi dari makanan sehari-hari: walau dikonsumsi bertahun-tahun, tubuh tidak akan ‘kebal’ dengan gizi & vitamin dari sayuran atau buah-buahan dan tetap dapat memperoleh asupan manfaatnya—walaupun tiap orang memiliki kebutuhan porsi yang berbeda.

SENSITISASI AWAL PAKAI BAHAN AKTIF

Saat mulai menggunakan bahan aktif dalam skincare routine—misalnya retinol atau retinoids—di beberapa individu dapat timbul sensitisasi dalam beberapa bulan awal (retinization period); reaksi ini merupakan hal wajar karena dalam periode tersebut di mana kulit melakukan proses ‘pengenalan’ untuk mengetahui pada konsentrasi yang mana kulit dapat menoleransi suatu bahan dengan baik.

Akan tetapi, setelah kulit dapat menoleransi dengan baik, bukan berarti manfaat bahan aktifnya terhenti; karena dalam skincare: kulit tidak perlu bersakit-sakitan terus menerus sebagai tanda bahwa suatu produk bekerja atau tidak.

LALU KENAPA ‘MERASA’ LAMA-LAMA PRODUK YANG DIPAKAI TIDAK NGEFEK?

Adapun persepsi kita sebagai konsumen yang merasa produk yang dipakai lama-kelamaan jadi kurang ‘memuaskan’ ini dalam ilmu perilaku ekonomi sudah dikenal dengan teori Law of diminishing marginal utility (Hukum utilitas marginal yang menurun).

Adapun teori Law of diminishing marginal utility ini menjelaskan bahwa:

“Semakin banyak konsumen mengkonsumsi barang atau jasa, kepuasannya akan semakin menurun pada setiap penambahan barang atau jasa yang dikonsumsi berikutnya.”

Sumber: economicsdiscussion.net

CONTOH KASUS

Diketahui Budi seharian tidak makan karena sibuk menyelesaikan deadline SPT Tahunan; kemudian saat waktunya makan Budi memilih membeli coklat batangan 6 bungkus di saat ada promo buy two get one free.

Saat bungkus pertama coklat dihabiskan, Budi merasa puas karena laparnya teratasi dan dapat menikmati rasa & tekstur coklatnya. Ketika bungkus coklat kedua dan ketiga dihabiskan, Budi tetap merasa puas walaupun tidak sepuas saat pertama kali makan. Demikian seterusnya, pada saat memakan bungkus keenam: bisa jadi Budi merasa eneg karena terlalu banyak coklat dimakan sekaligus atau kekenyangan.

Akan tetapi, walaupun dengan perasaan eneg tersebut: Budi tetap mendapat asupan kalori yang sama dari tiap bungkus coklat sesuai yang tercantum di Informasi Nilai Gizi coklatnya.

Jika analogi di atas dirubah menjadi skenario pemakaian skincare—misalnya sunscreen—dalam periode tertentu:

Diketahui Anisa selama 20 tahun hidup tidak pernah memakai sunscreen ber-SPF dan kini Anisa memiliki keluhan kulit kusam, ruam, bersisik, dan terbakar sinar matahari (gosong).

Kemudian Anisa mendapat wangsit dan sadar pentingnya perlindungan kulit dari matahari dan mulai rutin memakai basic skincare + sunscreen ber-SPF setiap hari dan tidak terpapar sinar matahari berlama-lama.

Dalam dua bulan kulit Anisa kembali ke skin tone aslinya, tidak gosong lagi, dan tidak ruam atau bersisik lagi. Pada bulan ketiga Anisa merasa skin tone-nya tidak berubah banyak menjadi lebih ‘terang’ dari skin tone aslinya dan merasa perubahannya tidak se-drastis dibandingkan proses perbaikan kondisi kulitnya saat dua bulan pertama.

Dengan melihat contoh di atas: tingkat kepuasan Anisa berkurang karena tingkat kedrastisan perubahan tampilan kulitnya juga berkurang seiring dengan semakin normalnya kondisi kulitnya.

Walaupun kepuasan Anisa berkurang: tetap faktanya adalah SPF sunscreennya tetap bekerja—asumsi gaya hidup Ani tetap konsisten—dalam melindungi kulit Anisa untuk menyaring dampak negatif sinar UV matahari atau tidak semakin gosong.

RINGKASAN POIN PENTING

Dengan demikian, yang dapat dipetik dari contoh kasus dan teori di atas untuk menjawab pertanyaan ini adalah:

  • Kulit secara fisiologis tidak mungkin untuk “beradaptasi sehingga makin kebal” dengan efektifitas bahan skincare sebagaimana tubuh tidak akan “kebal” dengan vitamin dari sayur & buah-buahan. Oleh karena itu;
  • Bukan suatu keharusan untuk mengganti produk dalam skincare routine setiap sekian bulan sekali kecuali jika memang kebutuhan untuk mengatasi masalah kulitnya berubah seiring berjalannya waktu, atau jika hasil kurang dapat memenuhi target yang ingin dicapai setelah suatu produk selesai dihabiskan maka dapat menjadi pertimbangan untuk memakai bahan aktif dalam konsentrasi yang lebih kuat. Adapun hal ini berhubungan dengan;
  • Pentingnya untuk menyesuaikan ekspektasi hasil memakai skincare yang realistis di awal walaupun taktik marketing iklan produk skincare terkadang menyampaikan sebaliknya.

REFERENCES:

  • Journal of Drugs in Dermatology, June 2020, Vol. 19 (Issue 6), Pages 625-631
  • The Journal of Neuroscience, July 2009, Vol. 29 Issue 30, Pages 9575-9581
  • Current Biology, November 2014, Vol. 24 Issue 21, Pages 2491-2500
  • Journal of American Board of Family Medicine, May-June 210, Vol. 23 Issue 3, Pages 371-375
  • Investopedia (Internet, last retrieved January 2021)